Kamis, 08 November 2012

SEJARAH SUKU NIAS


suku nias.





Nias terletak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Provinsi Sumatera Utara). Nias merupakan daerah kepulauan yang memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 27 buah. Banyaknya pulau-pulau kecil yang dihuni oleh penduduk adalah sebanyak 11 buah, dan yang tidak dihuni ada sebanyak 16 buah.Luas Pulau Nias adalah sebesar 3.495,40 km2 (4,88 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara), sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta dikeliling oleh Samudera Hindia. Pulau ini terbagi atas empat kabupaten dan satu kota, Terdiri atas kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat dan kotamadya Gunungsitoli suku

Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau nias . Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah).
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.

Mitologi

Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.


Makanan Khas
  • Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
  • Harinake (daging Babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)
  • Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
  • Köfö-köfö(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)
  • Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)
  • Raki gae (pisang goreng)
  • Tamböyö (ketupat)
  • loma (beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)
  • gae ni bogo (pisang bakar)
  • Kazimone (terbuat dari sagu)
Amaedola
Peribahasa dalam bahasa Nias
  • Aoha noro ni lului wahea,aoha noro nilului waoso,alisi tafadaya-daya hulu ta fae wolo-wolo.
  • kauko bahili, kauko bandraso,ofaolo goi draugo, baufaolo goi ndra'o.
  • Hulo Nifokoli zila gae mbogi,siwa khonia lala wekoli,bahasambua khonia lala dani.
  • Ala nasalawa ala na gere,Fakaole li namohede.(By.Otniel Lase, lahewa.)
  • la'a-la'a akho itoro mbawa wato (F.ZEBUA)
  • Sokhi fau'du moroi ba mboro moroi na fau'du ba hogu (ican)
Minuman
  • Tuo Nifarö (minuman yang berasal dari air sadapan pohon nira (dalam bahasa Nias "Pohon Nira" = "töla nakhe") yang telah diolah dengan cara penyulingan)
  • Tuo mbanua (minuman tuak mentah yang berasal dari air sadapan pohon kelapa)

Rabu, 07 November 2012

Majapahit


SEJARAH KERAJAAN MAJAPAHIT

Letak Geografis
Secara geografis letak kerajaan Majapahit sangat strategis karena adanya di daerah lembah sungai yang luas, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo, serta anak sungainya yang dapat dilayari sampai ke hulu.
Sejarah Terbentuknya Kerajaan Majapahit

Pada saat terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas menghadang bagian utara, ternyata serangan yang lebih besar justru dilancarkan dari selatan. Maka ketika Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat Istana Kerajaan Singasari hampir habis dilalap api dan mendengar Kertanegara telah terbunuh bersama pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia melarikan diri bersama sisa-sisa tentaranya yang masih setia dan dibantu penduduk desa Kugagu.

Setelah merasa aman ia pergi ke Madura meminta perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat bantuannya ia berhasil menduduki tahta, dengan menghadiahkan daerah tarik kepada Raden Wijaya sebagai daerah kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk bekerja sama menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol berpesta pora merayakan kemenanganya.

Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol terusir dari Jawa dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.

Raja-raja Majapahit
Kertajasa Jawardhana (1293 – 1309)
Merupakan pendiri kerajaan Majapahit, pada masa pemerintahannya, Raden Wijaya dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam merintis berdirinya Kerajaan Majapahit, Aryawiraraja yang sangat besar jasanya diberi kekuasaan atas sebelah Timur meliputi daerah Lumajang, Blambangan. Raden Wijaya memerintah dengan sangat baik dan bijaksana. Susunan pemerintahannya tidak berbeda dengan susunan pemerintahan Kerajaan Singasari.

Raja Jayanegara (1309-1328)
Kala Gemet naik tahta menggantikan ayahnya dengan gelar Sri Jayanegara. Pada Masa pemerintahannnya ditandai dengan pemberontakan-pemberontakan. Misalnya pemberontakan Ranggalawe 1231 saka, pemberontakan Lembu Sora 1233 saka, pemberontakan Juru Demung 1235 saka, pemberontakan Gajah Biru 1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti dengan peristiwa Bandaderga. Pemberontakan Kuti adalah pemberontakan yang berbahaya, hampir meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Namun semua itu dapat diatasi. Raja Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri yang bernama Tanca. Tanca akhirnya dibunuh pula oleh Gajah Mada.

Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Raja Jayanegara meninggal tanpa meninggalkan seorang putrapun, oleh karena itu yang seharusnya menjadi raja adalah Gayatri, tetapi karena ia telah menjadi seorang Bhiksu maka digantikan oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribuwana Tunggadewi, yang dibantu oleh suaminya yang bernama Kartawardhana. Pada tahun 1331 timbul pemberontakan yang dilakukan oleh daerah Sadeng dan Keta (Besuki). Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada yang pada saat itu menjabat Patih Daha. Atas jasanya ini Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada kemudian berusaha menunjukkan kesetiaannya, ia bercita-cita menyatukan wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala dan Adityawarman. Pada tahun 1339, Gajah Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti palapa adalah sebagai berikut :”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti palapa”. Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukan-penaklukan.

Hayam Wuruk
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab Negerakertagama dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke negara-negara tetangganya.

Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah kekuasaan Sri baduga Maharaja. Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti).

Maka terjadilah perselisihan paham dan akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri.
Tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang mahapatih yang tak ada duanya. Untuk memilih penggantinya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah Mada akhirnya memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti “untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagais Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.

Wikramawardhana
Putri mahkota Kusumawardhani yang naik tahta menggantikan ayahnya bersuamikan Wikramawardhana. Dalam prakteknya Wikramawardhanalah yang menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir, karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit , yaitu daerah Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut perang Paregreg.
Wikramawardhana meninggal tahun 1429, pemerintahan raja-raja berikutnya berturut-turut adalah Suhita, Kertawijaya, Rajasa Wardhana, Purwawisesa dan Brawijaya V, yang tidak luput ditandai perebutan kekuasaan.

Sumber Sejarah
Sumber sejarah mengenai berdiri dan berkembangnya kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni :

Prasasti Butok (1244 tahun). Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan.
Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama, kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan tahun-tahun awal perkembangan Majapahit

Kitab Pararaton, menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit

Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang perjalanan Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
Kehidupan Politk

Majapahit selalu menjalankan politik bertetangga yang baik dengan kerajaan asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa dan Kamboja. Hal itu terbukti sekitar tahun 1370 – 1381, Majapahit telah beberapa kali mengirim utusan persahabatan ke Cina. Hal itu diketahui dari berita kronik Cina dari Dinasti Ming.

Raja kerajaan Majapahit sebagai negarawan ulung juga sebagai politikus-politikus yang handal. Hal ini dibuktikan oleh Raden Wiajaya, Hayam Wuruk, dan Maha Patih Gajahmada dalam usahanya mewujudkan kerajaan besar, tangguh dan berwibawa. Struktur pemerintahan di pusat pemerintahan Majapahit :
1. Raja
2. Yuaraja atau Kumaraja (Raja Muda)
3. Rakryan Mahamantri Katrini
a. Mahamantri i-hino
b. Mahamantri i –hulu
c. Mahamantri i-sirikan
4. Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran
a. Rakryan Mahapatih (Panglima/Hamangkubhumi)
b. Rakryan Tumenggung (panglima Kerajaan)
c. Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga Kerajaan)
d. Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan tugas-tugas protokoler) dan
e. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)
5. Dharmadyaka yang diduduki oleh 2 orang, masing-masing dharmadyaka dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut Upapat. Pada masa hayam Wuruk ada 7 Upapati.
Selain pejabat-pejabat yang telah disebutkan dibawah raja ada sejumlah raja daerah (paduka bharata) yang masing-masing memerintah suatu daerah. Disamping raja-raja daerah adapula pejabat-pejabat sipil maupun militer. Dari susunan pemerintahannya kita dapat melihat bahwa sistem pemerintahan dan kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah sangat teratur.

Kehidupan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan
Hubungan persahabatan yang dijalin dengan negara tentangga itu sangat mendukung dalam bidang perekonomian (pelayaran dan perdagangan). Wilayah kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan daerah kepulauan yang menghasilkan berbagai sumber barang dagangan.
Barang dagangan yang dipasarkan antara lain beras, lada, gading, timah, besi, intan, ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana.

Dalam dunia perdagangan, kerajaan Majapahit memegang dua peranan yang sangat penting.
Sebagai kerajaan Produsen – Majapahit mempunyai wilayah yang sangat luas dengan kondisi tanah yang sangat subur. Dengan daerah subur itu maka kerajaan Majapahit merupakan produsen barang dagangan.
Sebagai Kerajaan Perantara – Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Keadaan masyarakat yang teratur mendukung terciptanya karya-karya budaya yang bermutu. bukti-bukti perkembangan kebudayaan di kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan berikut ini :

Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus (Trowulan).
Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat kita bedakan menjadi
Sastra Zaman Majapahit Awal
  • Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca
  • Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular
  • Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular
  • Kitab Kunjarakarna
  • Kitab Parhayajna
Sastra Zaman Majapahit Akhir
  • Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah, diantaranya ada yang ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang ditulis dalam bentuk gancaran (prosa). Hasil sastra terpenting antara lain :
  • Kitab Prapanca, isinya menceritakan raja-raja Singasari dan Majapahit
  • Kitab Sundayana, isinya tentang peristiwa Bubat
  • Kitab Sarandaka, isinya tentang pemberontakan sora
  • Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe
  • Panjiwijayakrama, isinya menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja
  • Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar, pemindahan Keraton Majapahit ke Gelgel dan penumpasan raja raksasa bernama Maya Denawa.
  • Kitab Usana Bali, isinya tentanng kekacauan di Pulau Bali.
Selain kitab-kitab tersebut masih ada lagi kitab sastra yang penting pada zaman Majapahit akhir seperti Kitab Paman Cangah, Tantu Pagelaran, Calon Arang, Korawasrama, Babhulisah, Tantri Kamandaka dan Pancatantra.

Kerajaan Budha


Kerajaan Budha di Indonesia
a. Kerajaan Kalingga / Holing (Jawa Tengah)
Diperintah oleh Ratu Sima, rakyat hidup makmur dan tenteram. Tahun 664, datang seorang pendeta Budha dari Cina bernama Hwining, ia menerjemahkan kitab-kitab agama Budha Hinayana.
Rakyat Kalingga memeluk agama Budha Hinayana. Pendeta yang terkenal bernama Juanabadra.
b. Kerajaan sriwijaya
- Berdiri abad ke-7 M di Sumatera.
- Pusat kerajaan di Palembang, Sumatera Selatan (di muara S. Musi)
- Mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Balaputeradewa
Berita tentang Sriwijaya dapat diketahui dari 5 buah prasasti.
· Prasarti Kedudukan dan Bukit dekat Palembang, Sumatera Selatan.
· Prasasti Talang Tuo dekat Palembang.
· Prasasti Telaga Batu dekat Palembang.
· Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka
· Prasasti Karang Berahi di daerah Jambi.
Wilayah Kerajaan Sriwijaya, yaitu hampir seluruh pulau Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Semenanjung Melayu, Selat Malaka, Selat Karimata, Selat Sunda. Sehingga Sriwijaya disebut kerajaan nasional pertama. Sriwijaya memiliki angkatan laut yang kuat dapat menguasai selat Malaka, Karimata, dan Sunda sebagai jalur perdagangan India dan Cina sehingga Sriwijaya disebut Kerajaan Maritim. I-Tsing adalah pendeta Budha berasal dari Cina memperdalam agama Budha dan menterjemahkan kitab Suci Budha yang berbahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina dan banyak menulis tentang Sriwijaya. Dua orang mahaguru agama Budha dari India adalah Sakyakirti dan Dharmapala.
- Keruntuhan Sriwijaya
Pada abad ke-11 (tahun 1025) kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Apalagi setelah diserang oleh Raja Colamandala dari India Selatan. Raja Sanggarama Wijaya tunggawarman ditawan oleh musuh. Pada tahun 1377, kerajaan Majapahit menyerbu kerajaan Sriwijaya.
- Kejayaan Sriwijaya berhasil menjadi kerajaan besar karena faktor berikut :
a) Sriwijaya merupakan persimpangan dan pusat lalu lintas antara India dan Cina
b) Sriwijaya sebagai kerajaan maritim dan pusat perdagangan di Asia Tenggara
c) Sriwijaya sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Budha
- Sriwijaya berhasil mendirikan bangunan suci. Bangunan suci antara lain : Candi Muara Takus yaitu candi yang berbentuk stupa dari biara Bahal.
2. Peninggalan Sejarah yang bercorak Budha
a. Bidang Agama
1) Agama Budha disebar di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
2) Candi Borobudur sebagai tempat ibadah agama Budha.
b. Bidang Politik
- Kerajaan yang bercorak Budha Sriwijaya di Sumatera dan Kalungga (Jawa Tengah)
c. Bidang Seni
1) Candi
a) Candi Borobudur (Kab. Magelang, Provinsi Jawa Tengah). Didirikan pada tahun 824 Masehi (746 Saka) oleh Raja Mataram bernama Samaratungga, dari keturunan Syailendra. Candi ini didirikan untuk menghormati pendiri Dinasti Syailendra. Raja-raja Syailendra menganut agama Budha Mahayana. Bangunan candi terdiri dari 10 tingkat yang dibangun menjadi 3 bagian. Seluruh bangunan candi memuat relief, antara lain :
- Karmawibangga, yaitu relief yang menggambarkan berlakunya hukum sebab akibat (karma) bagi yang melakukannya.
- Lalitavistara, yaitu (kisah sandiwara). Kehidupan Budha yang bergelimang harta hanyalah sandiwara belaka.
- Awadana dan Jataka, relief ini menggambarkan tentang kehidupan Budha di masa lalu (Awadana) dan kisah tentang perbuatan kepahlawanan orang-orang suci (Jataka).
Sejak ditemukan kembali tahun 1814, mulai dilakukan usaha-usaha perbaikan diantaranya :
- 1907 – 1911, dipimpin Tb. Van Erp (orang Belanda).
- Tahun 1956, UNESCO mengirim utusan Dr. Coremans dari Belgia untuk penelitian akibat kerusakan candi.
- Tahun 1971, Menteri Pendirikan dan Kebudayaan RI membentuk badan pemugaran candi.
- Tahun 1973 – 1983, pemugaran ke-2 dan mendapat bantuan dari UNESCO.
b) Candi Mendut
Didirikan oleh Raja Indra tahun 824 terletak di sebelah timur Candi Borobudur. Ada 3 patung Budha yaitu, Cakramurti (duduk bersila), Awalokiteswara dan Maitrya.
c) Candi Kalasan
Didirikan tahun 778 M oleh keluarga Syailendra sebagai bangunan suci Dewi Tara yang diduga isteri dari Budha. Didalamnya terdapat arca Dewi Tara terbuat dari perunggu.
d) Candi-candi di Jawa Timur, antara lain : Candi Kidal (Malang) pada masa Raja Anusapati, Candi Jago (Malang) pada masa Wisnuwardana, Candi Jawi (dekat Prigen) masa Kertanegara sebagai Candi Siwa Budha, Candi Panataran (dekat Blitar).
e) Candi-candi Budha di Sumatera ; Komplek Candi Padang Lawas (Tapanuli), Candi Muara Takus (Jambi).
f) Candi-candi Budha di Jawa Barat ; Candi Jiwo (Batu Jaya, Karawang), Candi Bindongan (Karawang), Komplek Candi Cibuaya (Cibuaya, Karawang).
g) Candi-candi Budha di Jawa Tengah ; Candi Mendut (Magelang), Candi Pawon (Magelang), Candi Borobudur (Magelang).
h) Candi Budha di Yogyakarta ; Candi Sari, Candi Sewu, Candi Kalasan.
2) Patung Budha
Wujudnya Sang Budha tampil dalam berbagai posisi, tiap posisi mengandung arti / makna dan menghadap ke arah tertentu.
3) Prasasti
a) Kedukan Bukit (683), Pulau Talang Tuo (684), Pulau Telaga Batu. (ditemukan dekat Palembang).
b) Pulau Kotakapur (dekat Bangka). Pulau Karang Berahi (dekat Jambi).